Kamis, 08 Maret 2012

Mungkin Kecewa


Aku mungkin yang sedang bersiap kecewa,
Dihalauan kata ketika nurani berkata malam tlah tiba
Dengan abu abu jingga diujung tepian bumi
Dengan langit yang mulai mati menghitam atau mungkin hanya tinta kehidupan

Bersiap kecewa karena disaat malamlah ia kan terbaring diatas sana
Menyebarkan kata kata hingga jatuh dibawah tempat beranda angin biasa enggan berputar,disini
Yang terdengar dia mulai senyap menghilang bersama jarum jam
Mengucapkan salam malam dan menyuguhkan pisau malam yang siap merajang

Merajang,bukan karena kau penjahat dikediaman malam
Atau mungkin bukan juga terlalu fulgar aku sebut kau serupa perajam,kau berpisau bukan rajam

Mulai diiris,tipis saat 22.00 datang dan kita mulai berpencar,

Aku hanya merenungkan simpati yang mulai menjadi banaspati dalam hati
Membiarkan kau yang mungkin sudah beberapa kali mengacungkan belati sedetik setelah kau tebar bunga
Hampir lupa rasa saat kau berkata perang dan aku hampir mati

Aku  heran mengapa engkau yang mampu seperti itu
Padahal perangaikupun bisa lebih kejam mencabik cabikmua,atau aku hanya berilusi?

Mungkin ada kebaikan dalam pandanganmu itu hingga aku  terluluhkan sekejap,
Aku terbiasa mendengar nada nasihat,dan kau tebar itu
Aku terbiasa menyerap hikayat dan kau setitik mulai mengenalkan alur
Ada kesamaan batu dalam kepala,hingga aku dapat bercermin saat dialog malam datang dan kita berbincang,

Siap kecewa,karena aku yang tau perangaiku,dan mulai tau perangaimu,serupa

Minggu, 04 Maret 2012

Luka SARA 1999


Aku hanya duduk terpaku melihat butiran air mata seperti hendak membumi malam kemarin. Suaranya hampir senyap,terawangan pandangannya kian dalam nan jauh. Mungkin sedang pedih hatinya menerawang kenangan pahit saat clurit clurit berserakan dijalan,hasil dari peperangan.

Batu batu tak lagi beraturan,ada yang seukuran kelapa,seukuran gula jawa,bahkan seukuran setengah roda sepeda. Bukan lagi dikali kali atau pantai tepi rumah,tapi sudah menjelma menjadi kejam membongkar jendela jendela,yang bahkan sudah ditutup horden guna menipu mata pemberontak untuk berpesan telah kabur menghilang. Ya,sebagian penutup horden tak sempat lari kehutan yang jaraknya ribuan mill dari pantai. Belum sempat mengepak semua pakaian dan bekal makanan,hanya ada beberapa ribu uang dikantong celana berlubang dan berbau debu darah mengering.

Sebuah malam kelam melenyapkan hunian berderet sederhana,pemberontak menentang alam. Berusaha menciptakan siang dengan mengorbankan atap atap rumah pantai dan menumbalkan penghuni yang tak sempat lari dan terjerembab dikepungan kaki kaki bersandal jepit dengan parang dan pedang ditangannya. Yang tiba tiba dengan teganya menghempas leher tak tau apa muasal dasar peperangan diranah tanahnya.

Pemuda berlari lari sambil menjnjing surat tanah menuju pegunungan terdekat. Mencoba melarika diri dari ratusan orang bermata api. Entah apa yang ada dalam fikiran pemuda,ia hanya sedang berusaha menyelamatkan nasi untuk makan keluarga kedepannya. Walau tidak satupun yang tahu semua saudara saudaranya berpencar masih menahan nyawa atau telah direnggut kematian. Berpencar seperti tak juga menyelamatkan. Deretan rumah pantai sudah dikabarkan hangus,tercium asap sagu sisa didapur,bahkan bercampur asap abu mayat yang terjebak dirumah yang sekarang menjadi perapian.

Nafas kian tersengkal,rimbun pepohonan kian mendekat dan kaki kian berpelan menetap. Gelapnya malam tidak memungkinkan kan tau mana yang seperjuangan dan mana yang sudah tau lokasi persembunyian dan menyamar guna pembantaian berikutnya, kini semua hampir sama,salib salib tak berani lagi digantungkan dileher. Perempuan perempuan muslim kian takut berkerudung dan semua menjelma menjadi netral dan hendak menjadi putih dipenampilan.