Senin, 30 Januari 2012

Jejak Malam



Jejaku terpapar dikediaman malam.
Disebuah naungan kelabu bulan,mungkin hanya kau yang kutrawang
Bukan layatan haru saat kau hanya menoleh sedetik dan menyiratkan selamat tinggal
Saat kau lambaikan kain putih atas keberbedaan kita
Dan hanya bertatap muram saat kau mulai menyongkong jalan

Satu satu lapisan akalku mungkin hampir mati,
Saat kutau begitu banyak terali yang terkepang semakin menjauhkan kita
Saat kumulai sadar tak mungkin disatukan dalam dua naungan antara putih dan hitam
sehingga kita selalu bertanya “mengapa harus kita yang dibeda?mengapa harus kamu yang berbeda,mengapa kita tak bisa senada sehingga serupa  biru langit dan lautan?”

Jejak malam tak susut menyayat nyayat perasaan,
Kembali menertawakan malam malam lalu saat kita mendiskusikan gambaran sholat dan sembahyang..
Kembali lagi melempar lempar frase impulsif menyedihkan nurani
Kembali dan kembali lagi mereka situasi angin malam yang serupa saat aku dan dia mulai berkenalan dan saling bercanda riang
Dimana aku bisa melihat hal yang sama dari matanya
Melempar lempar  fakta tolol mengenai toleransi,padahal  pada nyatanya tetap tak nyata
Menggaruk lagi detik detik penantian,lagi…..

Yah mungkin kau perlu karakter sejenis untuk kau sematkan kisah seperti ini,jangan aku lagi

Jejak malam,
Aku ingin kau segera mencabut hukuman ini,
Tetaplah datang tapi melangkahlah dengan hujan deras dan angin keras berputar .
Hingga kan digugurkan satu dua dan seterusnya getir getir rasa
Hingga kan dipadamkan saluran semangat dari motivasinya
Dan kan terjadi musim semi di kota tua yang sama
Tanpa perbedaan,tanpa konflik terlalu berkepanjangan dan sia sia
,dengan tokoh aku dan pria lain..
Sehingga nanti kau boleh berjejak kembali,mengusik malamku dan melengking bersama bulan sepuasmu…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar