![]() |
Jejaku terpapar dikediaman malam.
Disebuah naungan kelabu bulan,mungkin hanya kau yang
kutrawang
Bukan layatan haru saat kau hanya menoleh sedetik dan
menyiratkan selamat tinggal
Saat kau lambaikan kain putih atas keberbedaan kita
Dan hanya bertatap muram saat kau mulai menyongkong jalan
Satu satu lapisan akalku mungkin hampir mati,
Saat kutau begitu banyak terali yang terkepang semakin
menjauhkan kita
Saat kumulai sadar tak mungkin disatukan dalam dua naungan
antara putih dan hitam
sehingga kita selalu bertanya “mengapa harus kita yang
dibeda?mengapa harus kamu yang berbeda,mengapa kita tak bisa senada sehingga
serupa biru langit dan lautan?”
Jejak malam tak susut menyayat nyayat perasaan,
Kembali menertawakan malam malam lalu saat kita
mendiskusikan gambaran sholat dan sembahyang..
Kembali lagi melempar lempar frase impulsif menyedihkan
nurani
Kembali dan kembali lagi mereka situasi angin malam yang
serupa saat aku dan dia mulai berkenalan dan saling bercanda riang
Dimana aku bisa melihat hal yang sama dari matanya
Melempar lempar fakta
tolol mengenai toleransi,padahal pada
nyatanya tetap tak nyata
Menggaruk lagi detik detik penantian,lagi…..
Yah mungkin kau perlu karakter sejenis untuk kau sematkan
kisah seperti ini,jangan aku lagi
Jejak malam,
Aku ingin kau segera mencabut hukuman ini,
Tetaplah datang tapi melangkahlah dengan hujan deras dan
angin keras berputar .
Hingga kan digugurkan satu dua dan seterusnya getir getir
rasa
Hingga kan dipadamkan saluran semangat dari motivasinya
Dan kan terjadi musim semi di kota tua yang sama
Tanpa perbedaan,tanpa konflik terlalu berkepanjangan dan sia
sia
,dengan tokoh aku dan pria lain..
Sehingga nanti kau boleh berjejak kembali,mengusik malamku
dan melengking bersama bulan sepuasmu…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar